RANTAU – Aktivitas kelompok Khilafatul Muslimin kembali menjadi sorotan di Kabupaten Tapin, tepatnya di Desa Kalumpang, Kecamatan Bungur. Meski organisasi tersebut secara resmi dibubarkan oleh pemerintah pusat pada 2022, jejak kehadirannya rupanya belum sepenuhnya hilang. Hal ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan mendorong pemerintah daerah untuk segera bertindak.
Warga setempat melaporkan bahwa kelompok ini masih aktif melakukan kegiatan keagamaan, seperti pengajian, di lingkungan desa. Namun yang menjadi sorotan bukan sekadar aktivitas keagamaannya, melainkan ajaran yang dibawa serta simbol-simbol organisasi yang dinilai tidak sejalan dengan dasar negara Indonesia.
Rapat koordinasi yang digelar di Aula Kesbangpol Tapin pada Senin (21/7) menghadirkan sejumlah unsur strategis, seperti aparat keamanan, kejaksaan, Kementerian Agama, FKUB, MUI, hingga tokoh-tokoh lokal. Tujuannya jelas: merumuskan langkah tegas untuk menanggulangi potensi gangguan terhadap ketertiban umum dan ideologi bangsa.
Kepala Desa Kalumpang, Muhammad, dalam forum tersebut mengungkapkan bahwa meski pendekatan persuasif sudah dilakukan, kelompok ini tetap mempertahankan ajaran yang dinilai menyimpang.
“Mereka menolak Pancasila secara tersirat, dan simbol organisasi masih terpampang jelas di rumah salah satu tokohnya. Ini bukan sekadar pengajian, tapi sudah menyentuh ranah ideologi,” tegasnya.
Keberadaan papan nama bertuliskan “Khilafatul Muslimin” di rumah Muhammad Abdul Aziz, tokoh lokal kelompok tersebut, dianggap sebagai bentuk perlawanan terbuka terhadap keputusan negara. Warga mendesak agar tindakan nyata segera diambil, termasuk penurunan atribut dan pembatasan kegiatan kelompok.
Salah seorang Ketua RT bahkan menyampaikan bahwa aktivitas kelompok itu sebaiknya dihentikan atau dilakukan tertutup tanpa melibatkan pihak luar. “Kami tidak ingin wilayah kami dijadikan basis penyebaran paham radikal,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kesbangpol Tapin, Hj Aulia Ulfah, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menindak tegas segala bentuk aktivitas yang mengganggu stabilitas dan nilai-nilai kebangsaan.
“Kami tidak akan mentolerir simbol, kegiatan, atau ajaran yang bertentangan dengan ideologi negara. Semua langkah akan kami tempuh sesuai hukum yang berlaku,” tegas Aulia.
Pemerintah daerah merujuk pada sejumlah peraturan sebagai dasar tindakan, seperti UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Pendekatan yang direncanakan tidak hanya represif, tapi juga edukatif untuk mencegah berkembangnya paham serupa di masyarakat.
Khilafatul Muslimin diketahui mulai memasuki Tapin sejak 2021. Jika tidak segera ditangani, keberadaan mereka dikhawatirkan dapat mengganggu kerukunan sosial dan membuka ruang bagi konflik horizontal.
Rapat koordinasi ini ditutup dengan kesepakatan untuk memperketat pengawasan, menyusun langkah teknis di lapangan, serta memperkuat sinergi antar-lembaga dalam rangka menjaga keutuhan dan ketenteraman wilayah Tapin.